
CentroRiau-Pekanbaru – Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Pekanbaru belakangan ramai jadi sorotan. Sorotan ini terjadi dampak dari kasus Bupati Pati yang didemo besar-besaran oleh warganya akibat kenaikan pajak mencapai 250 persen.
Simpang siur informasi pun beredar kuat di media sosial, bahkan menuding Wali Kota Pekanbaru Agung Nugroho menaikkan tarif secara diam-diam.
Faktanya, kenaikan PBB tersebut bukan terjadi di era Agung Nugroho, melainkan saat Penjabat (Pj) Wali Kota Muflihun masih menjabat.
Hal ini ditegaskan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Pekanbaru, Faisal Islami.
“Lonjakan PBB ini berlaku sejak 2024, hasil dari perubahan tarif Perda dari 0,1 persen menjadi 0,3 persen. Itu disahkan pada masa pemerintahan sebelumnya, bukan era Wali Kota Agung Nugroho,” kata Faisal, Sabtu (16/8/2025).
Faisal menjelaskan, usulan perubahan Perda PBB diajukan pada 2023 oleh Pemko Pekanbaru ketika masih dipimpin Pj Wali Kota Muflihun. Setelah dibahas DPRD, aturan itu disahkan akhir 2023 dan berlaku efektif pada 4 Januari 2024.
Muflihun sendiri menjabat sebagai Pj Wali Kota selama dua tahun, yakni dari Mei 2022 hingga Mei 2024.
“Kami menerima banyak keluhan masyarakat yang kaget dan keberatan. Ini harus jadi perhatian serius,” ucap Faisal.
Menurut Faisal, publik tidak boleh salah kaprah menuding pemerintahan saat ini. Sebab, yang memberlakukan aturan kenaikan adalah era sebelumnya, sementara kini Agung Nugroho bersama Wakil Wali Kota Markarius Anwar justru menanggung dampaknya.
“Dalam hal ini saya mengimbau, jangan sampai kita cari siapa salah siapa benar. Pak Wali Kota sekarang justru berniat menurunkan tarif PBB dengan mengubah Perda. Jadi jangan sampai yang menaikkan siapa, yang menanggung siapa,” ujarnya.
Faisal menegaskan, Bapemperda DPRD Pekanbaru siap membahas revisi Perda bersama Pemko. Harapannya, keluhan masyarakat bisa dijawab dan beban warga berkurang.