Penulis : Muhammad Isnaini

Sunyi, teduh dan menyejukkan. Pandangan seketika tertuju pada objek berkilau bak cermin raksasa. Terhampar ditengah lahan seluas 5 hektar. Gerbang sederhana, menyambut kehadiran kami. Nuansa hijau nan asri, tersusun alami dari beragam spesies pepohonan, yang seketika meneduhkan hati. Rasa gundah gulana serasa menghilang. Jika melangkah lebih dalam, hamparan rumput menghijau dan keindahan telaga, semakin memanjakan mata. Laksana “kue donat”, deretan saung, warna warni sepeda bebek, ayunan raksasa, serta beragam wahana dipinggir telaga, seakan “toping” penuh warna, nan indah dipandang mata. Menambah daya tarik wisata air, bernama Telaga Air Merah, yang berada di Dusun Tanah Merah, Desa Tanjung, Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kepulauan Meranti, Riau.
“Dulu kawasan ini semak belukar. Embung ini hampir tertutup habis dan hanya menyisakan seluas 5 meter persegi saja,” ujar Mas Adi, pria berkaos hitam, bertuliskan Mount Bromo itu. Selasa, (16/09/2025).
Selamat Riyadi, begitu nama lengkapnya, saat dia memperkenalkan diri. Di bawah pohon ketapang dan akasia, Kami duduk melingkar, seakan membaur dengan alam. Duduk beralaskan tikar seadanya, namun punya misi dan semangat yang tidak biasa. Di posisi depan Mas Adi duduk bersama MasArip Hidayatuloh, Field Sr. CSR PT. Imbang Tata Alam (ITA) dan Kepala Desa Tanjung, Muhammad Anas. Ada juga Hari Maulana, Protocol Officer, yang juga perwakilan dari pihak perusahaan. Persis di sebelah Mas Adi, ada Mbak Irena Marta Aini. Wanita berparas cantik, yang ditunjuk sebagai pembuka kata. Semua mata tertuju tanpa kedip. Maklum, GPA Officer PT. ITA itu, memiliki suara yg indah dan paras menawan, bak selebritis kenamaan. Rambut panjang di kuncir, dengan kulit putih dan senyum penuh keramahan, membuat keindahan Telaga Air Merah pagi itu semakin merona.

“Telaga ini dulunya embung terlantar milik PDAM Bengkalis, yang mulai kami bersihkan tahun 2018. Kami bergotong royong dengan peralatan seadanya waktu itu,” terang Adi, saat diberikan kesempatan berbicara oleh Mbak Irene.
Pasca berpisah dari kabupaten induk Bengkalis, di tahun 2008, embung milik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), itu pun berhenti beroperasi. Kondisi itu membuat sejumlah fasilitas terlantar bertahun-tahun tanpa perawatan, hingga di penuhi semak belukar. Baru 10 tahun kemudian, tepatnya di tahun 2018, sekelompok pemuda, yang memiliki ide “gila”, berambisi merubah semak belukar tersebut menjadi objek wisata. Bermodal tekad dan semangat baja, misi itu dimulai tanpa sponsor dan peralatan seadanya. Mungkin dimata orang biasa, apa yang mereka lakukan, tentu pekerjaan sia-sia. Namun tekad sekelompok pemuda dusun yang menamakan diri, Pemuda Desa Tanjung itu, tak pernah surut. Akhirnya setahun berselang, tepatnya di tahun 2019, semak belukar yang penuh ancaman bahaya itu, disulap menjadi menjadi hamparan telaga yang memesona. Layaknya siklus kepompong dan kupu-kupu, embung yang dipenuhi semak belukar itu, mengalami “Metamorfosis” sempurna, bersolek menjadi kawasan objek wisata.
“Perjuangan waktu itu sangat sulit, yang kami punya hanya semangat bergotong-royong, tanpa sponsor, tanpa biaya. Ada yang terluka, bahkan pingsan, sampai akhirnya berhasil kami tuntaskan,” cerita Mas Adi, pada sejumlah awak media yang sedari tadi, sudah beralih fokus, dari Mbak Irene dan serius mendengarkan cerita perjuangan Mas Adi dan kawan-kawan.

Namanya hidup, tantangan terkadang datang silih berganti. Selama satu tahun bergotong royong dengan modal patungan, namun objek wisata impian itu tak kunjung dibuka, akibat terbentur biaya. Sampai akhirnya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Tanjung Mandiri, Desa Tanjung, akhirnya terbentuk. Fasilitas sederhana akhirnya bisa mulai dibangun, lewat anggaran yang terbatas. Namun, alih-alih bersuka cita, akhir tahun 2019, Pandemi Covid-19 membuyarkan segalanya. Pembatasan aktivitas masyarakat, seolah memupus mimpi Mas Adi dan kolega.
Lama tertunda, akhirnya tanggal 12 Juli 2020, objek wisata, Telaga Air Merah, itu resmi dibuka. Memanfaatkan momen lebaran, objek wisata air itu, ramai dikunjungi warga. Penerapan protokol kesehatan ketat pun dilakukan, agar aktivitas telaga bisa berjalan. Walau dipaksa berjalan, namun setiap peningkatan kasus Covid, mereka kembali dipaksa tidak beroperasi. Ditengah kondisi yang kian terjepit, aksi kucing-kucingan, pun terpaksa dilakukan, agar telaga ada pemasukan. Pembatasan warga keluar daerah menjadi peluang mereka mendulang rupiah. Objek wisata lokal, banyak diserbu warga. Ditengah Pandemi, momen itu menggiurkan, sekaligus penuh konsekuensi dan tantangan.
“Waktu itu sangat sulit. Jangankan biaya operasional, dapat uang rokok anggota saja sudah cukup. Buka 1 bulan tutup 3 bulan. Baru operasi seminggu, dipaksa berhenti selama 3 bulan. Terpaksa kucing-kucingan dengan pihak kepolisian, terutama pak Babinkamtibmas selaku garda terdepan,” kenangnya.
Ditengah kondisi tak menentu, akibat guncangan pandemi dan tingkat kunjungan yang merosot, konsistensi terus dipertahankan. Tahun 2021 hingga 2022, mereka tetap semangat menjaga asa, mempertahankan eksistensi, meski jumlah pengunjung hanya diangka 200 hingga 300 orang setiap bulannya. Namun berkat kegigihan dan dibantu pemberitaan yang masif oleh media, akhirnya tahun 2023, objek wisata yg sempat terlupakan itu, kembali viral di media sosial dan pengunjung pun mulai berdatangan. Sejumlah inovasi dan wahana baru berhasil memikat hati pengunjung, kabar itu pun terdengar sampai ke Kementerian Desa. Momen tahun baru, libur sekolah, Lebaran Idul Fitri dan Lebaran Idul Adha, merupakan momen terbaik yang dimaksimalkan setiap tahunnya.
“Catatan terbaik saat tahun baru yang lalu jumlah pengunjung mencapai 2.500 orang perhari. Itu merupakan pencapaian fantastis, yang pernah kami catatkan,” ujar Mas Adi dengan rasa bangga.
Menjaga Eksistensi
Berbicara soal eksistensi, jadi hal tersulit dalam bertahan dari setiap guncangan. Terlalu monoton dan miskin inovasi, menjadi penyebab, banyak objek wisata di Meranti, akhirnya gigit jari, hingga sepi tak berpenghuni. “Angat-angat taik ayam,” ujar Mas Adi melempar pribahasa.
Namun bagi pengelola, Telaga Air Merah, mereka punya resep tersendiri. Semangat dan kekompakan, terjaga sedari dini. Ada atau tidak pemasukan, Telaga Air Merah selalu menjadi rumah kedua, tempat Pemuda Desa Tanjung, berbagi suka duka. Saat kunjungan merosot tajam, Evaluasi terus dilakukan, termasuk melakukan sejumlah koreksi, mulai dari keluhan pengunjung, seperti kebersihan, keramahan petugas telaga, serta sejumlah keluhan yang menganggu kenyamanan pengunjung. Hasilnya dibawah bendera BUMDes Tanjung Mandiri, trend positif itu terus terlihat.
“Tahun 2021 merupakan tahun perdana, BUMDes Tanjung Mandiri mendapatkan bantuan seragam untuk petugas Telaga Air Merah dari PT. ITA,” ujar Mas Adi, yang juga merupakan Ketua BUMDes, Tanjung Mandiri.

Tidak mudah untuk meyakinkan pihak perusahaan. Namun semangat dan kerja keras, mampu menumbuhkan kepercayaan. Perlahan tapi pasti, kerjasama kedua pihak mulai terbangun. Arah program yang jelas, berperan besar dalam menumbuhkan kepercayaan. Akhirnya, berawal dari seragam, kolaborasi itu semakin mendalam. Menjadi pondasi yang kokoh, lewat objek wisata Telaga Air Merah, di tahun 2022, kerjasama itu merambah ke sektor jasa penyeberangan kempang dan unit perdagangan, dibawah pengelolaan BUMDes Tanjung Mandiri.
Keberadaan unit usaha jasa penyeberangan, yang melayani penyebrangan sungai, dari Desa Tanjung ke Desa Tanjung Darus Takzim, Sangat memberikan kemudahan bagi warga sekitar serta karyawan perusahaan. Disisi lain, usaha tersebutmemberikan pemasukan tambahan bagi warga. Bagaimana tidak, dari unit penyeberangan itu, pihak BUMDes hanya menarik 50.000 rupiah setiap harinya, sisanya menjadi penghasilan warga yang bertugas sebagai pendayung. Lewat sistem undian, warga yang terdaftar sebagai pendayung diberikan kesempatan selama satu minggu beroperasi. Sejauh ini sudah terdaftar 170 warga yang menjadi pendayung tetap.
“Selama seminggu, warga minimal bisa mengantongi 200 ribu ruoiah, tetapi jika kondisi penyeberangan ramai, penghasilan mereka bisa melonjak diangka 1,5 hingga 2 juta rupiah,” Terang Adi.
Unit usaha perdagangan tak kalah menjanjikan. Pola kemitraan bersama perusahaan masih di terapkan di unit usaha ini. Kerjasama menyasar pada pemenuhan kebutuhan seperti memasok air galon, dan beragam kebutuhan lainnya. Alhasil, dari segitiga unit usaha yang dimiliki BUMDes Tanjung Mandiri, di tahun 2022, berhasil menyumbangkan Penghasilan Asli Desa (PADes) sebesar 19.5 juta rupiah. Sedangkan tahun berikutnya, 2023 kembali naik diangka 21 juta rupiah. Trend kenaikan kembali terjadi di tahun 2024, dari sisa hasil usaha BUMDes diangka 128 juta rupiah, kali ini mereka mampu menyumbang Penghasilan Asli Desa (PADes), sebesar hampir 52 juta rupiah. Progres signifikan itu tak terlepas dari peran pihak perusahaan, yakni PT. Imbang Tata Alam.
Kepercayaan akan eksistensi, ternyata menjadi awal keberlanjutan program kerjasama. Kemandirian Telaga Air Merah, akhirnya membuahkan hasil. Sejumlah bantuan kembali bergulir, seperti pembangunan musholla, penambahan sepeda bebek, pembangunan toilet, hingga alat pembakar sampah. Akses jalan menuju lokasi pun turut di rehab, lewat metode swakelola.
“Kalau kami sendiri dari BUMDes, tidak mampu untuk membangun sejumlah fasilitas ini. Namun lewat kolaborasi, sejumlah fasilitas pendukung mulai terlengkapi, ” ujarnya lagi.
Tak hanya infrastruktur, transfer ilmu pun diberikan perusahaan pada pengelola. Banyak inovasi yang berdampak terhadap peningkatan ekonomi warga sekitar. Termasuk keberadaan pedagang yang berjualan di telaga tersebut. Hampir sebagian besar pedagang makanan dan minuman disana awalnya merupakan petani karet, namun kini ikut mengais rejeki, di objek wisata Telaga Air Merah dan merasakan manfaatnya.
“Saat ini kami belum memiliki kalender tahunan, namun ada dua Iven besar di setiap tahunnya, yakni Iven pacu sampan dan terbaru kemah budaya. Keduanya disponsori langsung oleh PT. ITA,” pungkas Ari.
Program Kemitraan PT. ITA.
Tak bisa dipungkiri, peran serta perusahaan, yakni PT. ITA, sangat berdampak terhadap masyarakat sekitar, terutama yang berada di lokasi operasional perusahaan tersebut. Dalam konteks itu, ditengah minimnya kemampuan perusahaan untuk menerima pekerja, akhirnya pendekatan partisipatif dan kolaboratif menjadi pilihan utama.
“Dengan pendekatan partisipatif dan kolaboratif mampu memberikan support kegiatan dan pengembangan potensi daerah, salah satunya Telaga Air Merah,* terang Field Sr. CSR PT. ITA, Arip Hidayatuloh.
Namun menurut Arip, banyak faktor yang menjadi pertimbangan, dalam memberikan bantuan. Selain berada di wilayah operasional, semangat juga perlu ditunjukkan. Hal itu yang menjadi nilai positif, sehingga Telaga Air Merah kini menjadi prioritas.
“Semangat juang mereka tinggi. Merekayasa tempat yang sebelumnya hutan belantara dan tidak termanfaatkan menjadi objek wisata, buka hal yang mudah. Itulah yang menjadi alasan kami untuk terus berkontribusi,” tambah Arip.
Lagi-lagi soal konsistensi, totalitas dan semangat, menjadi modal utama membangun kepercayaan. Hasilnya, dukungan penuh itu, kini diberikan pada objek wisata andalan Desa Tanjung, bahkan satu-satunya yang terbaik di Kepulauan Meranti.
Pembangunan beberapa fasilitas seperti pembangunan Musholla, penambahan wahana sepeda bebek, toilet, serta fasilitas kebersihan, dan perbaikan akses jalan menuju telaga, bertujuan memberikan kenyamanan bagi pengunjung, sehingga tingkat kunjungan wisatawan meningkat. Disisi lain, dalam konteks yang lebih penting adalah pengembangan sumberdaya manusia.
Tak hanya infrastruktur, pola pendekatan lain turut dilakukan. Diantaranya, dengan menginisiasi dan mensponsori, kegiatan Festival Pacu Sampan, di Telaga Air Merah. Festival ini sudah 5 tahun di gelar, dan sukses meningkatkan kunjungan warga ke objek wisata tersebut. Kegiatan Kemah Budaya pun turut menjadi agenda tahunan di objek wisata air itu. Harapannya, lewat inovasi-inovasi baru disektor wisata, angkah kerjasama dengan sejumlah pengelola wisata lainnya, terjadi sharing informasi, sehingga, masyarakat sekitar juga merasakan dampak dari keberadaan wisata Telaga Air Merah.
“Alhamdulilah, sekarang sudah berdiri kedai-kedai penjual makanan dan minuman. Kedepan kita akan merencanakan membentuk agro wisata, melibatkan peran serta masyarakat, selain menikmati keindahan telaga, pengunjung juga bisa ber agrowisata dan membawa pulang hasil pertanian, seperti buah dan sayuran,” terang Arip.
Tak hanya di Desa Tanjung, kepedulian serupa juga dilakukan PT. ITA, di desa dan kecamatan lainnya. Namun tentu dengan pola dan pendekatan yang berbeda. Seperti di Kecamatan Merbau dan area Pulau Padang, berfokus pada pengembangan Sumber Daya Manusia, (SDM) di sektor ekonomi. Pembentukan lembaga keuangan mikro dilakukan, dengan menginisiasi terbentuknya koperasi, yang diberi nama, Koperasi Jasa Usaha Mandiri Syariah ( KJUMS), di Teluk Belitung. Progresnya sangat signifikan, dari modal awal sekitar 24 juta rupiah, kini aset koperasi tersebut mencapai hampir 5 milyar rupiah. Sebuah pencapaian yang fantastis.
“Proses panjang kami lakukan lewat pendampingan SDM. Alhamdulillah sudah mandiri dan ini menjadi stimulan bagi Pemkab Meranti, bagai mana pengembangan koperasi yang baik dan benar,” terangnya.
Tak hanya soal ekonomi, isu lingkungan turut menjadi perhatian PT. ITA. Kondisi geografis Meranti yang berada di wilayah pesisir dan berhadapan langsung dengan Selat Malaka, membuat ancaman abrasi kian mengkhawatirkan. Sejumlah upaya pun dilakukan, lewat aksi nyata, penanaman mangrove dan menginisiasi terbentuknya kelompok konservasi mangrovemelibatkan masyarakat.
“Alhamdulillah saat ini sudah ada 10 kelompok konservasi yang sudah terbentuk, bahkan sudah memiliki SK dari Kementerian. Fokusnya tentu menjaga kelestarian lingkungan,” tambahnya.
Dalam upaya penyelamatan lingkungan ini ada beberapa titik yang menjadi prioritas utama. Untuk Kecamatan Merbau, berada di Desa Lukit, Teluk Belitung, Mayang Sari dan Bagan Melibur. Kelompok inilah bersama perusahaan melakukan konservasi dan pembibitan, sehingga diharapkan mampu menekan laju abrasi, sehingga dampak+dampak kerusakan alam bisa dicegah.
Terbaru lewat sinergi bersama sejumlah pihak, seperti Pemkab Meranti, Polres Meranti dan PWI Meranti, digelar penanaman 2.079 bibit mangrove untuk mengantisipasi abrasi pantai di Desa Mekong, Kecamatan Tebingtinggi Barat. Hebatnya, bibit mangrove yang di tanam di lokasi tersebut, disuplay dari sejumlah kelompok konservasi binaan PT. ITA. Polanya menyerupai rantai makanan, yang saling terhubung erat. Selain berupaya menyelamatkan lingkungan putaran ekonomi juga bergulir dari penjualan bibit mangrove. Target kedepan, kelompok konservasi mangrove binaan PT. ITA itu, bisa menjadi kelompok konservasi percontohan.
Guna mendorong peningkatan ekonomi masyarakat, banyak sektor yang turut menjadi perhatian. Tak terkecuali sektor pendidikan. Tak hanya melakukan kerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi, PT. ITA juga memberikan bantuan pendidikan lewat kerjasama dengan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Meranti. Selain pendidikan formal, di bidang olahraga, perusahaan itu juga mendirikan Sekolah Sepak Bola (SSB). Tujuannya tak lain, guna menjaring talenta berbakat dari Kota Sagu. Turnamen tahunan pun kerap digelar meski baru di lingkup Kecamatan Merbau saja. Tak ketinggalan di bidang kesenian, PT. ITA memberikan kontribusi pengembangan edukasi kesenian yang hampir punah, seperti gasing dan silat persembahan.
“Untuk menjaga agar kearifan lokal itu terjaga, kegiatan tahunan pun kami gelar, guna menjaga tradisi bermain gasing dan silat persembahan terus lestari,” tambah Arip.
Sinergitas dan kolaborasi menjadi hal biasa yang kerap dilakukan. Termasuk urusan kesehatan. Dukungan penuh pun diberikan PT. ITA, terhadap upaya pengentasan kasus stunting di Kepulauan Meranti. Pemberian makanan tambahan bagi anak, hingga pantauan secara berkala pun dilakukan, lewat kerjasama dengan kader posyandu. Update data dilakukan secara berkala, lewat penerapan Sistem Pencegahan Stunting, yang dikelola secara digital. Hasilnya, laporan bisa diperoleh dengan cepat, lewat pemanfaatan smartphone.
“Saat ini sudah ada 30 kader yang kita latih, untuk pengelolaan sistem digital. Sejauh ini kita masih fokus pada kader posyandu, di wilayah operasional PT. ITA, seperti di Desa Tanjung, Tanjung Darul Takzim, Teluk Belitung, Bagan Melibur,” terang Arip.
Mimpi Yang Mulai Terwujud
Belum tersentuh secara maksimal oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab), membuat Desa Tanjung dan sejumlah Desa terdekat lainnya hanya bisa bermimpi. Mimpi memiliki akses infrastruktur yang memadai, serta perekonomian warga meningkat. Namun keterbatasan anggaran masih menjadi momok menakutkan, sehingga mimpi itu belum bisa menjadi nyata. Kondisi jalan yang rusak belum maksimal tersentuh, belum lagi sektor lainnya. Beruntung hadirnya PT. ITA, memberikan secercah harapan. Selain fokus eksplorasi minyak dan gas bumi, perusahaan tersebut juga kerap melaksanakan kegiatan kolaborasi dengan masyarakat. Berkembangnya objek wisata Telaga Air Merah, tak lepas dari dukungan penuh perusahaan tersebut. “Simbiosis Mutualisme”, itu sangat dirasakan masyarakat.
“Kolaborasi PT. ITA, bersama BUMDes Tanjung Mandiri, semakin mendorong pertumbuhan sejumlah sektor, baik pariwisata, ekonomi, sosial, serta infrastruktur,” ujar Kades Tanjung, Muhammad Anas.
Bukanlah berlebihan, ditengah mimpi yang hampir semu, kehadiran PT. ITA, memberikan secercah harapan. Di bawah bendera BUMDes Tanjung Mandiri, tiga unit usaha yakni unit Telaga Air Merah, unit Jasa Penyeberangan dan unit perdagangan, ibarat tiga generator yang menggerakkan turbin ekonomi warga. Dorongan itu membuat sejumlah sektor bangkit. Sektor pariwisata bergerak, Usaha Kecil Menengah (UKM) bergeliat, sektor jasa berkembang, unit usaha perdagangan pun semakin maju. Semuanya berujung pada peningkatan ekonomi masyarakat. Jika dibanding objek wisata lain, Telaga Air Merah memiliki nilai jual lebih, lewat pamor telaganya. Namun demikian, partisipasi aktif dari PT. ITA, semakin membuat objek wisata itu semakin mempercantik diri. Begitu juga dengan unit usaha lainnya. Unit usaha perdagangan merupakan penyumbang terbesar. Hampir 70% PADes berasal dari sektor tersebut. Namun demikian, yang berdampak langsung terhadap ekonomi masyarakat, adalah sektor pariwisata dan unit jasa penyeberangan.
“Jika objek wisata mampu mendorong UKM bangkit, sektor jasa penyeberangan, menjadi pemasukan tambahan bagi warga,” terang Anas.
Awalnya jumlah pendayung terbatas hanya kelompok kecil, namun setelah berjalan hampir 2.5 tahun, saat ini hampir sebagian besar kepala keluarga di desa tersebut, memiliki kesempatan untuk mencari pemasukan tambahan, menjadi pendayung kempang, secara bergiliran lewat lewat sistem pencabutan nomer urut.
“Ini sangat membantu warga, pendayung hanya diwajibkan menyetor 50 ribu rupiah perhari kepada BUMDes, sisanya menjadi penghasilan pribadi mereka,” terang Anas.
Terlepas dari harapan yang hampir terwujud, kondisi akses jalan yang rusak masih menghantui masyarakat. Pengembangan objek wisata sangat bergantung pada infrastruktur jalan yang memadai. Khusus di Desa Tanjung ada sekitar 2.5 kilometer jalan rusak berat. Belum lagi akses jalan menuju objek wisata Telaga Air Merah, di beberapa desa tetangga yang ikut rusak.
“Kami mengerti kondisi keuangan daerah. Lewat pendekatan bersama PT. ITA, akhirnya, jalan menuju objek wisata, sepanjang 1 km lebih, sudah diperbaiki,” pungkasnya.
Namun demikian dukungan (Pemkab Meranti, sangat diharapkan, guna mewujudkan mimpi masyarakat, mendapatkan akses jalan yang mulus. Jika akses menuju objek wisata mudah, tentu pengunjung nyaman dan tingkat kunjungan ke objek wisata meningkat. Hal itu akan mendorong perkembangan UKM lokal dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat. Sehingga mimpi Pemuda Desa Tanjung untuk memajukan objek wisata Telaga Air Merah, mampu “bermetamorfosis” dengan sempurna.*** .
