Kisah ini mengajarkan pentingnya menjaga keikhlasan
Pada zaman dahulu, dari kalangan Bani Israil ada seorang pemuda yang beriman dan rajin beribadah. Suatu hari, ia mendapati kabar tentang sebatang pohon besar yang menjadi pusat kemusyrikan di sebuah kota, tak begitu jauh dari daerah tempatnya tinggal. Maka, sang lelaki saleh langsung mengambil kapaknya. Ia segera pergi ke kota tersebut guna menebang pohon yang menjadi pusat maksiat-besar itu.
Sesampainya di tujuan, pria Mukmin itu diadang seorang lelaki yang kurus kering. Allah SWT memberikan ilham kepada hamba-Nya yang sedang membawa kapak itu. Alhasil, ia dapat mengetahui bahwa si pengadang tersebut tidak lain adalah Iblis yang berwujud manusia.
Iblis berkata kepadanya, “Kau mau apa dengan kapak itu?”
“Aku datang ke sini dengan satu tujuan. Akan kutebang pohon yang menjadi sumber kemusyrikan ini!” ujar sang ahli ibadah.
“Kau tidak akan bisa melakukannya sebelum menghadapi aku terlebih dahulu,” ucap Iblis sembari memasang kuda-kuda.
Seketika, pemuda yang beriman itu maju ke depan. Dengan sekuat tenaga, ia hajar makhluk terkutuk itu. Iblis dibuatnya meraung-raung kesakitan.
Melihat lawannya terkapar, remaja Bani Israil ini bersiap melanjutkan perjalanannya. Beberapa meter di dekat pohon laknat itu, ia kembali berjumpa dengan Iblis, yang masih tampak babak belur.
“Kau tidak akan bisa menebang pohon ini! Aku akan mencegahmu dengan segala cara!” teriak Iblis.
Lagi-lagi, pemuda Mukmin itu dapat mengalahkannya dengan mudah. Bahkan, hampir saja Iblis tidak lagi bisa bernafas karena tercekik cengkeraman lengan remaja tersebut yang kekar. Dengan nafas terengah-engah, Iblis memelas kepadanya.
“Tunggu dulu …. Dengarkan aku! Adakah lebih baik bagimu kalau engkau mendapatkan dua dinar setiap pagi di bawah bantalmu? Engkau akan mendapatkan itu kalau tidak menebang pohon ini,” ucap Iblis.
“Bagaimana kamu melakukannya?”
“Itu mudah saja bagiku. Kalau tidak percaya, pulanglah sekarang. Besok pagi dan seterusnya, engkau akan mendapati dua dinar di bawah bantalmu setiap pagi,” kata Iblis.
Setelah menimbang-nimbang, lelaki tersebut kemudian berbalik arah. Ia kembali ke negerinya. Keesokan paginya, benarlah apa yang disampaikan lawannya itu kemarin. Ada dua keping dinar di bawah bantalnya. Uang yang kemilau itu lantas disimpannya dalam dompet.
Ia selalu menengok di bawah bantalnya. Setiap itu pula, dirinya mendapati dua koin dinar.
Begitulah keadaan lelaki Bani Israil itu. Setiap pagi, ia selalu menengok di bawah bantalnya. Setiap itu pula, dirinya mendapati dua koin dinar. Dengan senang hati, uang itu disimpannya.
Makin hari, makin banyak tabungannya. Pria itu pun dapat membeli banyak barang yang selama ini hanya dapat diidam-idamkannya saja. Malahan, masyarakat sekitar kini mengenalnya sebagai seorang kaya raya, bukan lagi ahli ibadah.
Pada suatu pagi, lelaki itu terkejut bukan kepalang. Sebab, di bawah bantal tidak lagi didapatinya dua koin dinar. Wajahnya langsung memerah. Amarah memuncak dalam dadanya.
Ia bergegas ke gudang, untuk mengambil kapak. Dengan cepat, ia memacu kudanya untuk sampai ke lokasi tempat pohon sesembahan penduduk musyrik.
Sesampainya di sana, ia mendapati Iblis yang dahulu bonyok dihajarnya. Dengan kekuatan penuh, pemuda itu menebaskan kapaknya ke arah makhluk tersebut. Ajaib, sasarannya tidak terluka sama sekali.
Malahan, kini keadaannya berbalik. Iblis dengan mudah dapat menekuk pemuda itu. Orang Bani Israil tersebut lantas dihajarnya habis-habisan. Tidak menyerah, pemuda itu berusaha membalas pukulan. Namun, lawannya itu sudah terlalu kuat.
“Apakah kau tahu mengapa aku kini begitu kuat? Dahulu, engkau datang dan marah karena Allah. Karena itu, aku tidak sanggup mengalahkanmu. Lantas, aku menipumu dengan uang sehingga pohon besar ini selamat dari tebasan kapakmu. Sekarang, engkau datang dan marah karena tidak mendapatkan dua dinar pagi ini. Jelaslah aku bisa melumpuhkanmu!” kata Iblis menjelaskan.
Sekarang, engkau datang dan marah karena tidak mendapatkan dua dinar pagi ini.
Kisah di atas dinukil dari kitab karya Syekh Mahmud al-Mishri, Sa’atan Sa’atan. Menurut sang syekh, cerita tersebut mengandung hikmah, betapa pentingnya menjaga keikhlasan dalam berbuat kebajikan. Jangan sampai amalan sia-sia karena niat tidak lagi teguh lillahi ta’ala.
Hakikat ikhlas adalah latar belakang yang membuat diri seseorang memiliki niat untuk melakukan sesuatu, yang dalam hal ini adalah karena Allah SWT. Karena itu, seorang Mukmin hendaknya memiliki motif agama untuk mengalahkan atau mengendalikan segala motif syahwat di hatinya.
Selain itu, ia juga mesti mementingkan motif akhirat di atas keduniawian. Bila sudah demikian, yang lebih dipilihnya adalah apa-apa kebajikan dari sisi Allah SWT ketimbang apa yang ada pada manusia atau setan.